“Mungkin ga sih, kalau aku ga bangun aja?”
Pikiran itu terlintas di kepalaku setiap hari, , bersamaan dengan dering alunan alarm ponselku. Enggan rasanya untuk menghadapi hari.
Ya, itulah yang terjadi padaku pada akhir tahun 2022. Tanpa kusadari, sebenarnya tubuhku mulai memberi sinyal. Berat badanku turun secara drastis, hampir satu kilogram setiap minggu, hingga total sembilan kilogram. Ini berat badan terendahku dalam 10 tahun terakhir.
Tapi aku mengabaikan itu dan terus berjalan seperti biasa—mengurus anak, suami dan rumah yang tak pernah ada henti—seolah semuanya baik-baik saja. Sampai suatu malam, aku menangis tanpa henti selama enam jam. Dari pukul enam sore hingga tengah malam. Malam itu, akhirnya aku bercerita pada kakak perempuanku. Melalui ucapannya membuat aku tersadar bahwa :
“Aku tidak baik-baik saja.”
Sebagai Ibu dari tiga anak yang masih kecil-kecil, hari-hariku selalu padat. 24 jam selalu terasa kurang. Bahkan tidur pun tak membuat lelahku pergi. Rasanya aku lelah fisik dan mental. Aku baru sadar, kalau aku butuh jeda. Ya, Jeda yang selama ini terlupa olehku.
Namun ternyata, dari semua hal yang paling menguras tenaga bukan hanya aktivitas fisik, melainkan perasaan kehilangan arah. Aku lupa menyapa diriku sendiri. Lupa bertanya:
“Bagaimana kabarmu hari ini?”
Setelah malam itu, aku mulai mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi padaku. Aku menemukan istilah parental burnout dari beberapa akun edukasi kesehatan mental di Instagram. Saat membaca ciri-cirinya, aku merasa begitu relate. Ternyata, apa yang kualami bisa dijelaskan. Dan ternyata, aku tidak sendirian. Bahkan sebuah penelitian menunjukkan bahwa mayoritas rumah tangga dengan anak usia dini mengalami parental burnout dengan skor sedang hingga tinggi.
Aku tahu ini tidak bisa dibiarkan. Karena dampaknya bukan hanya pada anak-anakku, tapi juga pada kesehatan mental ku sendiri.
Lalu aku mulai berbicara pada suami. Bukan untuk mengeluh, tapi untuk menunjukkan bahwa aku butuh dukungan. Bukan karena aku tidak mampu, tapi karena aku tidak ingin hilang. Kami akhirnya memutuskan untuk mencari ART yang tinggal di rumah, agar aku punya ruang untuk bernapas dan memulihkan diri.
Di waktu yang sama, aku mencoba kembali pada hal-hal yang dulu kusukai—yang membuatku merasa hidup dan bermakna. Aku mulai menulis lagi, membuat konsep bisnis, menerima berbagai project yang sesuai dengan bidangku di Digital Marketing, dan mengikuti kegiatan komunitas, hingga akhirnya bertemu dengan Ibu Punya Mimpi.
Di sini, aku bertemu banyak Ibu dengan cerita yang berbeda-beda, namun saling menguatkan. Rasanya seperti menemukan pelukan hangat yang selama ini kucari. Tak ada kalimat menghakimi ataupun pandangan sebelah mata di sini.
Setelah mengikuti Program CJ Pebisnis batch 2 di Ibu Punya Mimpi, kepercayaan diriku berangsur pulih. Aku bahkan sempat masuk semi-final sebuah kompetisi bisnis, aku juga memulai usahaku.
Tak sampai di situ, nyatanya Ibu Punya Mimpi masih menemaniku bertumbuh dengan memberiku ruang untuk belajar sebagai Program Manager selama tiga batch berikutnya. Aku pun turut aktif di berbagai organisasi dan komunitas lain yang masih sejalan dengan value yang kumiliki, tanpa meninggalkan peranku sebagai Ibu.
Kini, rumahku tetap riuh dengan tawa dan tangis anak-anak. Namun, aku mulai belajar untuk tidak terus-menerus mengabaikan diriku sendiri. Aku butuh jeda, aku butuh waktu untuk diriku sendiri. Karena aku tahu, ketika aku bahagia, keluargaku pun ikut bahagia.
Dan bila Ibu juga sedang merasa lelah...
Aku tahu, ada masa-masa ketika kita merasa sangat capek, tapi tetap tersenyum. Merasa kosong, tapi tetap menjalankan semua peran. Jika Ibu sedang berada di titik itu, izinkan aku berbagi sedikit hal yang membantuku kembali berdiri:
Kadang, berbagi perasaan pada pasangan atau sahabat dapat membuat beban terasa lebih ringan.
Aku menulis ini bukan karena merasa sudah lebih dulu selesai, tapi karena percaya, mungkin ada Ibu lain yang sedang berjalan di lorong yang sama.
Dan kalau Ibu sedang berada di sana, semoga tulisan ini bisa menjadi pengingat lembut bahwa Ibu tidak sendiri. Pelan-pelan, kita pulih. Bersama
#IbudanKeluarga #Edisi_1 #Mendobrak_Batas
Credit ilustrasi oleh Shanty Manurung