
“Seorang Wanita layak memiliki ruang untuk bertumbuh, di mana pun dia berada dan dalam aktivitas apa pun. Ketika hatiku tergerak membentuk komunitas wanita, aku tak pernah menyangka hidupku justru menjadi lebih bermakna, tenang, bahagia, dan penuh syukur.”
Kalimat itu menjadi pijakan bagi Theresia Handayani, seorang ibu dengan dua anak remaja yang kini tinggal di Cascais, Portugal. Meski jauh dari tanah air, hidup sebagai perantau tidak membuatnya berkecil hati. Justru di negeri orang, Theresia menemukan panggilan baru dalam menghadirkan ruang aman, suportif, dan penuh semangat bagi sesama wanita melalui olahraga Padel.
Cascais adalah sebuah distrik cantik di pinggir laut, bagian dari metropolitan Lisbon. Dikenal sebagai destinasi favorit turis dan rumah bagi banyak ekspatriat dari berbagai negara. Di sanalah kisah ini bermula.
Theresia pertama kali mengenal padel saat baru pindah ke Portugal, Agustus 2022. Olahraga ini sudah populer di sana selama kurang lebih tiga dekade, identik dengan gaya hidup aktif dan komunitas yang solid. Theresia langsung jatuh hati, tetapi ada sesuatu yang terasa masih mengganjal. Ini karena mayoritas lawan mainnya adalah laki-laki. Pada titik itu, muncul keresahan kecil, “Mengapa tidak ada ruang aman dan nyaman bagi wanita untuk bermain bersama?”
Berangkat dari kegelisahan itu, dia membuat grup WhatsApp kecil untuk empat orang wanita yang ingin rutin bermain padel. Tak disangka, sesuatu yang awalnya hanya “keisengan” itu tumbuh menjadi besar dalam waktu singkat. Empat bulan kemudian, anggotanya mencapai 500 Wanita dari berbagai negara. Dari situlah lahir komunitas Cascais Ladies Padel (CLP), komunitas padel Wanita terbesar di kawasan tersebut.
Hal yang menarik, CLP tumbuh tanpa promosi, tanpa iuran, dan tanpa janji-janji muluk. Komunitas berkembang dengan cara paling organik. Satu wanita akan mengajak wanita lainnya, karena mereka merasakan manfaat yang nyata. Bukan hanya olahraga, tetapi juga koneksi, kelekatan, dan rasa memiliki.
Kini, anggota CLP berasal dari Portugal, Amerika, Australia, Inggris, Spanyol, Swedia, Amerika Latin, dan banyak negara lain. Program CLP pun beragam, antara lain ada Games, League, dan Tournament dengan tiga level: Beginner, Intermediate, dan Higher Intermediate. Para sponsor mulai berdatangan, hadiah pun disiapkan, dan semangat kompetitif para wanita semakin menyala.
Waktu dan tenaga yang telah Theresia curahkan untuk membangun komunitas akhirnya terbayarkan. Ada kalanya dia sempat kesal kepada pemain yang secara sepihak membatalkan kehadiran dalam pertandingan. Namun konflik ini tidak membuat semangat Theresia surut. Dia selalu tegas dan bijak dalam bersikap sebagai pemimpin. Justru rintangan ini yang membuat Theresia bersama tim semakin solid.
“Yang kami bangun bukan hanya kemampuan bermain, tapi keberanian, sportivitas, dan rasa percaya diri,” ujar Theresia.
Theresia mengaku, komunitas ini memberinya pengalaman yang mengubah dirinya secara emosional. Dia belajar banyak tentang perbedaan budaya, penyelesaian konflik, dan komunikasi yang lebih dewasa.
Salah satu momen paling menyentuh baginya adalah ketika seorang anggota yang lama mengurung diri karena sakit, bangkit kembali setelah bergabung dengan CLP dan mengatakan, “komunitas ini membuatnya kembali merasa hidup”.
“Saat mendengar hal seperti itu, hati rasanya meleleh. Every time I talk about padel, I feel there are butterflies in my tummy,” tutur Theresia dengan mata berbinar.
Selain kegiatan di lapangan, CLP juga rutin mengadakan acara seperti Christmas Dinner dan Retreat Program. Program retreat menjadi favorit karena memadukan pelatihan, kebersamaan, dan self-healing dalam ruang aman sesama wanita.
Ternyata, inisiatif Theresia bukan hal baru. Saat tinggal di Dubai, dia terlibat dalam komunitas bantuan sosial bagi para pekerja wanita. Pengalaman itu menanamkan satu hal dalam dirinya: wanita perlu diberi kesempatan, bukan ditunggu untuk “siap”.
Ke depan, Theresia masih menyimpan mimpi yang lebih besar. Dia ingin mendirikan sekolah untuk wanita di Indonesia. Sebuah tempat bagi wanita belajar bela diri, menghargai diri, dan berani berkata “tidak”.
Untuk Theresia, usia bukan batas. Dia percaya banyak hal indah justru dimulai ketika seseorang berani mengikuti suara hatinya. Tidak ada tips khusus untuk para Ibu Indonesia ketika ingin memulai aktif dan membentuk sebuah komunitas. Saat hatimu terpanggil, maka mulailah dengan satu langkah kecil.
“Berlari mengejar mimpi bukan hanya tentang garis akhir, tetapi tentang menghargai proses, perjalanan, dan pertemuan di dalamnya. Mulailah dari hal yang kamu cintai, sekecil apa pun itu dan biarkan konsistensi menjadi sayapmu.”
Dan seperti itulah CLP berdiri: dari hati seorang wanita, untuk menguatkan banyak wanita lainnya. Ingin bermain Padel saat berkunjung ke Portugal? Cascais Ladies Padel adalah tempat ternyaman untuk wanita. OPP/NA
_______
Theresia Handayani
Founder CASCAIS LADIES PADEL (CLP) di Portugal.
@Cascais.Ladies.Padel
#SuratDariIbu #Edisi_3 #Final_Sprint
Credit ilustrasi oleh Khairina Sari